Di Dalam Cockpit, Co-Pilot Memukul Pilot
“Pesawat baru beberapa saat mengudara, masih terbang menanjak ketika tiba2 lelaki yang duduk di kursi Co-Pilot melayangkan pukulan ke kepala pria yang duduk di kursi di sampingnya, di kursi Pilot. Saya dan beberapa teman yang ikut dalam penerbangan itu saling pandang dan terdiam menyaksikan pemandangan yang baru saja terjadi di Cockpit.”
Pertengahan tahun 2001, cuaca di Juanda siang itu sangat cerah. Saya dan beberapa teman keluar dari ruangan bengkel dan berjalan menuju apron mencari udara segar. Mata kami tertuju ke sebuah pesawat baling2 bermesin ganda yang terparkir di apron, engine-nya sedang dinyalakan dengan sebuah GPU (Ground Power Unit). Tidak lama kemudian kami sudah berada di dalam pesawat bersama 4 crew pesawat tersebut.
Awalnya semua berjalan normal. Pesawat bergerak menuju taxiway, trus ke runway dan kemudian take-off. Setelah berputar2 di atas Surabaya dan Sidoarjo, pesawat kembali ke bandara dan mendarat. Setelah mendarat, di runway pesawat tidak mengurangi kecepatannya, namun tancap gas dan terbang lagi. Terlihat lelaki yang duduk di kursi Co-Pilot berbicara kepada lelaki yang duduk di kursi Pilot. Pesawat kemudian berbelok tajam ke kiri, menurunkan kecepatan dan ketinggian serta berbelok tajam lagi kembali ke bandara, siap2 untuk landing lagi. Pendaratan ke-2 ini tidak berlangsung mulus seperti pendaratan pertama. Pesawat seperti terbanting dan agak kehilangan keseimbangan ketika menyentuh aspal runway. Seperti pendaratan pertama, pesawat tidak melambat di runway namun tancap gas dan terbang lagi. Istilahnya “Touch and Go”.
Pesawat baru beberapa saat mengudara, masih terbang menanjak ketika tiba2 lelaki yang duduk di kursi Co-Pilot melayangkan pukulan ke kepala lelaki yang duduk di kursi di sampingnya, di kursi Pilot. Saya dan beberapa teman yang ikut dalam penerbangan itu saling pandang dan terdiam menyaksikan pemandangan yang baru saja terjadi di Cockpit. Lelaki yang duduk di kursi pilot memperbaiki posisi headset-nya. Pesawat lalu dibawa berputar lagi kembali ke bandara, mendarat dengan tidak mulus, tancap gas dan terbang, kemudian mendapat pukulan lagi. Kejadian tersebut berulang sampai 4 kali. Hingga pesawat berubah arah, dibawa menuju timur Surabaya.
Jumlah penumpang di pesawat saat itu kl 8-9 orang (ingat2 lupa :D). 4 di antaranya crew, yaitu 1 instruktur penerbang (dengan seragam pilot warna hijau), 2 siswa penerbang transisi (dengan seragam pilot orange) dan 1 orang teknisi. Sisanya adalah saya dan teman2. Lelaki yang duduk di kursi Co-Pilot adalah sang instruktur penerbang berpangkat Mayor. Sementara yang duduk di kursi Pilot adalah perwira muda berpangkat Letnan Dua yang menjadi siswa penerbang transisi. 1 siswa lainnya duduk di belakang pilot menunggu giliran. Nah kebetulan siswa yang menunggu giliran tersebut berasal dari Sulsel dan sebelumnya kami sempat beberapa kali berpapasan di dekat hanggar.
Nomad, pesawat yang dipakai latihan “touch and go” – sumber: antaranews.comPesawat yang sudah diambil alih sang Mayor, dibawa ke timur menuju selat madura. Di atas Pantai Kenjeran pesawat terbang rendah. Dari jendela pesawat terlihat nelayan dengan perahunya begitu dekat. Belum ada pemandangan Jembatan Suramadu saat itu. Setelah berputar2 sebentar, pesawat lalu menanjak, berputar, kembali ke bandara.
Di kursi pilot sudah duduk siswa penerbang transisi lainnya. Mereka berganti tempat ketika dalam perjalanan menuju bandara. Sempat kepikiran, kira2 orang sekampung kita ini digebukin juga gak yah? :)). Dengan tenang pesawat berhasil dibawa mendarat dengan mulus, bahkan lebih mulus dari pendaratan pertama kali yang ternyata dicontohkan oleh sang mayor. Pesawat kemudian tancap gas dan terbang lagi untuk melakukan touch and go beberapa kali. Pendaratan ke-2 dan ke-3 pun semuanya berlangsung dengan mulus. Sampai kemudian pendaratan yang ke-4 berlangsung tidak mulus. Kali ini pesawat mendarat dengan terguncang. Saya dan teman2 kemudian saling pandang dan menduga kali ini dia akan dapat jatah pukulan juga. Ternyata dugaan kami salah karena laju pesawat makin melambat, kemudian berbelok ke taxiway menuju apron. Haha ternyata dia selamat…
Di dekat hanggar, mobil penjemput kami sudah tidak ada. Sudah pulang membawa teman2 lainnya. Kami yang ikut dalam penerbangan “touch and go” terpaksa harus pulang berjalan kaki beberapa kilometer. Tapi kami merasa beruntung karena hari itu mendapat pengalaman yang sangat berharga (walaupun penuh dengan risiko).